Alhamdulillah akhirnya bisa menulis ulang catatan tentang sesi berikutnya dari acara Sharing Session Parenting “Merancang Program Backpacker dan Magang untuk Anak”. Acara ini diadakan oleh Sekolah Alam Lampung pada tanggal 21 Juli 2019 dengan Bu Diena Syarifa sebagai pematerinya. Catatan tentang sesi pertama bisa dibaca di postingan Sharing Session Merancang Progam Backpacking untuk Anak ya.
Di sesi kedua ini saya dan orang tua lain belajar tentang konsep dan teknik pemagangan. Biasanya nih yang sudah mencicipi magang itu anak SMK atau anak kuliahan. Tapi sayangnya nih kadang anak magang itu ada yang kerjanya cuma bengong atau hanya jadi pesuruh untuk membuat kopi atau jadi tukang fotokopian. Hi hi… Jadi auto geli mendengar apa kata Bu Diena.
Karena itu sebaiknya kita pelajari dulu konsepnya supaya magangnya bermanfaat. Sebelumnya ada yang harus dipersiapkan yaitu:
1. Mental orang tua
2. Mental pemilik usaha
3. Mental anak
Eh dari tadi ngomongin soal anak melulu. Memangnya anak-anak sudah bisa magang? Ya kenapa nggak. Bahkan Rasulullah sendiri di usia 11 tahun sudah mulai magang membantu pamannya. Di sekolah, anak bisa mulai diajari magang saat kelas 4 SD. Orang tua di rumah bisa mengajari anak untuk magang di usia 10 tahun asal mental anak sudah siap.
Magangnya juga jangan dibayangkan lansung magang di kantor atau di tempat usaha dengan durasi yang lama plus tugas yang kompleks ya. Ternyata magang juga ada tahap-tahapnya nih:
MAGANG LEVEL 1 (usia 10 – 14 tahun)
Di level ini tujuan magang adalah untuk observasi keberanian, belajar beradaptasi pada lingkungan baru, serta adab berinteraksi dengan orang lain. Magangnya bisa di mana saja, tidak harus khusus yang sesuai dengan minat anak karena magang level ini fokusnya adalah adab dan silaturahmi, bukan konten atau tema magangnya.
Magang level 1 ini bisa dilakukan mulai dari SD secara berkelompok dan waktunyapun tidak lama. Hanya sekitar 3-4 hari dan durasinya setengah hari saja. Di mana anak-anak bisa magang?
Yang disarankan adalah di industri rumah tangga dan orang tua bisa memanfaatkan network yang dimiliki. Di industri rumah tangga, anak justru bisa bertemu langsung dengan pemilik usahanya. Selain itu akan lebih mudah juga bagi anak untuk mengamati secara langsung semua proses yang ada di industri tersebut.
Dengan kata lain sih ya, kalau belajarnya dari home industry dulu, anak bisa kenal sosok utama di industri tersebut dan bagaimana perjuangannya. Bisa saja pemilik usahanya buka lulusan universitas, tapi dengan usahanya ternyata bisa menghidupi keluarganya. Di sini anak bisa belajar bagaimana perjuangan memulai usaha.
Apa yang bisa dikerjakan anak saat magang di home industry? Apa saja yang anak seusianya bisa mengerjakan. Contohnya nih kalau magang di warung mie ayam, anak-anak bisa membantu mencuci dan memotong sayuran, melipat tisu, meletakkan sendok dan garpu di wadahnya.
Magang level 1 ini juga bisa melatih insiatif anak, misalnya saat ada sesuatu yang belum beres langsung membantu atau diselesaikan. Setelah selesai magang anak-anak berpamitan tidak hanya dengan pemilik usaha tapi juga dengan pegawainya jika ada. Dengan demikian anak belajar adab bahwa yang dianggap penting bukanlah hanya pemilik usahanya saja.
MAGANG LEVEL 2 (usia 14 – 16 tahun)
Di level ini proses magang sudah mulai terfokus pada bakat dan deteksi awal karir. Anak bisa mendapat pengetahuan baru dari hal yang ia minati tapi tetap harus menerapkan adab saat proses magang.
Orangtua harus mulai mencari network baru yang sesuai dengan minat anak dan kita bisa mengajak anak mencari tempat magang. Ini supaya anak juga mengetahui bagaimana perjuangannya mencari tempat magang.
Magang bisa dilakukan di industri yang level usahanya sudah agak besar. Magang level 2 juga bisa dilakukan secara individu kalau anak sudah siap namun bisa juga secara berkelompok yang lebih kecil.
Magang bisa dilakukan di industri yang level usahanya sudah agak besar. Magang level 2 juga bisa dilakukan secara individu kalau anak sudah siap namun bisa juga secara berkelompok yang lebih kecil.
Bagaimana dengan waktunya? Waktunya sudah lebih panjang ya, misalnya full day dari pagi sampai sore dan waktu magangnya selama sepekan.
MAGANG LEVEL 3 (usia 16 - 18 tahun)
Nah magang level terakhir ini merupakan magang berbasis Talent Based Project, di mana magangnya bertujuan untuk mengolah potensi diri anak. Anak fokus magang di 1 atau 2 bidang sesuai kebutuhannya, supaya bisa mendapat pengetahuan baru, dan untuk melanjutkan studi atau aktivitas produktif yang berkaitan dengan karir.
Di sesi ini sebenarnya Bu Diena juga banyak menceritakan anak-anaknya juga siswa-siswi ABHome saat menjalani proses magang. Sampai bingung deh mau menuliskannya, semuanya seru-seru. Dan ternyata kisah tentang magang ini juga ada bukunya. Alhamdulillah saya masih kebagian buku yang berjudul … ini. Mudah-mudahan ya kapan-kapan bisa menuliskan reviewnya juga kalau sudah selesai dibaca.
Bu Diena juga mengingatkan orang tua agar rajin mencatat dan mendokumentasikan saat anak menjalani proses magang. Beri juga apresiasi pada anak berupa sertifikat. Untuk tempat yang jadi tujuan magang juga bisa kita beri apresiasi. Tips dari Bu Diena nih, saat mau mendekati pemilik usahanya bukan yang mendadak hari ini bilang minta izin anak kita besok mau magang ya. Kaget deh jadinya.
Ternyata Bu Diena itu sudah pedekate dari jauh-jauh hari misalnya dengan pesan makanan di tempat tersebut. Anaknyapun dikenalkan ke pemilik usahanya supaya mental anakpun lebih siap meski magangnya masih lama, masih 2-3 tahun lagi he he.
Anak kita pernah magang di mana saja dan apa yang dilakukan harus didokumentasinya menjadi portofolionya. Tau nggak sih karena Bu Diena rajin mengajak anaknya magang sejak kecil, portofolionya jadi modal melamar magang di peternakan sapi di New Zealand! Bu Diena juga sempat memperlihatkan portofolio salah satu siswanya di ABHome, meski masih belasan tahun tapi isi portofolionya sarat skill dan kegiatan positif, salah satunya ya tentang info pernah magang di mana saja.
Ada hal lain nih yang diceritakan Bu Diena, bahwa meski magang di tempat yang sama, catatan magang anak bisa berbeda-beda lho. Ia mencontohkan saat anak pertamanya magang di sebuah percetakan dan bisa mempresentasikan tentang cara kerja mesinnya. Sementara anak keduanya justru lebih suka membantu dengan menjaga anak-anak karyawan di percetakan tersebut.
Ternyata memang anak pertama Bu Diena minatnya lebih ke benda mati dan hal-hal yang bersifat teknis seperti mesin-mesin. Sementara anak keduanya lebih menyukai makhluk hidup. Anak pertama Bu Diena baru selesai magang di Microsoft dan adiknya insyaa Allah akan magang ke peternakan sapi di New Zealand.
Bisa magang di dua tempat keren yang sesuai dengan bakat dan minat anak seperti itu tentu bukan didapat secara instan melainkan lewat proses menguatkan talents menjadi potensi kekuatan dan salah satunya lewat magang.
:9
ReplyDelete